FROM OUR BLOG

FROM OUR BLOG

FROM OUR BLOG

Dampak Perang Rusia dan Ukraina terhadap Pasar Keamanan Siber

Feb 20, 2025

source: FlyD from unsplash
source: FlyD from unsplash
source: FlyD from unsplash

Perang Rusia dan Ukraina telah memicu gangguan besar pada pasar global, termasuk pasar keamanan siber. Konflik ini tidak hanya membawa dampak ekonomi tetapi juga menandai eskalasi dalam ancaman siber global. Rusia, yang dikenal memiliki kapabilitas serangan siber yang signifikan, menggunakan taktik ini untuk mengganggu infrastruktur kritis lawan. Hal ini menyebabkan negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, memperkuat kesiapan keamanan digitalnya.

  • Serangan terhadap Infrastruktur Ukraina: Pada awal invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Ukraina menjadi target utama serangan siber. Kelompok hacker yang diduga terkait dengan Rusia, seperti Sandworm, meluncurkan serangan terhadap infrastruktur kritis Ukraina, termasuk sistem energi dan komunikasi. Pada bulan Maret 2022, laporan dari Google Threat Analysis Group mengungkapkan bahwa kelompok-kelompok ini menggunakan malware seperti Wiper malware untuk merusak data dan sistem.


  • Serangan terhadap Infrastruktur Global: Laporan dari FireEye Threat Intelligence menunjukkan bahwa serangan siber yang ditargetkan oleh Rusia terhadap Ukraina juga memiliki dampak domino pada negara-negara anggota NATO dan sekutu Ukraina, yang mengalami upaya serangan yang meningkat terhadap sektor energi dan pertahanan.

1. Eskalasi serangan siber sebagai Dimensi Konflik

Perang ini memperlihatkan bagaimana konflik tradisional kini dilengkapi dengan operasi siber untuk menyerang infrastruktur penting seperti jaringan listrik, telekomunikasi, dan sistem perbankan. Ukraina menjadi target utama serangan siber oleh kelompok seperti Sandworm (diduga terkait dengan Rusia), yang menggunakan malware untuk merusak jaringan energi dan komunikasi. Keamanan siber menjadi perhatian utama bagi negara-negara yang beraliansi dengan Ukraina untuk menghindari serangan terhadap sistem digital mereka. Dalam Konteks Indonesia sebagai negara berkembang dengan adopsi teknologi tinggi memiliki kerentanan terhadap serangan siber. Pada 2022, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lonjakan insiden siber hingga lebih dari 800 juta upaya, banyak di antaranya merupakan serangan dari aktor luar negeri yang mencoba mengeksploitasi infrastruktur lemah.

2. Dampak pada Infrastruktur Global

  • Pertumbuhan Pasar Keamanan Siber Global: Menurut IDC (International Data Corporation), pasar keamanan siber global diperkirakan akan tumbuh lebih dari 10% pada tahun 2023, mencapai nilai sekitar USD 184 miliar pada tahun 2024, sebagian besar didorong oleh ancaman yang meningkat akibat konflik Rusia-Ukraina.


  • Teknologi Keamanan Canggih: Peningkatan investasi dalam teknologi seperti AI-based threat detection dan advanced encryption semakin banyak digunakan oleh organisasi untuk memitigasi ancaman yang berkembang. Gartner juga memprediksi bahwa penggunaan platform Security Operations Center (SOC) yang berbasis AI akan meningkat pesat dalam 2-3 tahun ke depan. 

3. Kekurangan komponen akibat Gangguan Rantai Pasok Teknologi

  • Kekurangan Semikonduktor: Rusia dan Ukraina adalah pemasok utama bahan baku penting untuk produksi semikonduktor, seperti neon gas dan palladium. Pada 2022, sekitar 70% dari pasokan neon gas global berasal dari Ukraina, sementara Rusia menyuplai 35% dari pasokan palladium global yang digunakan dalam produksi chip semikonduktor. (reuteur,2022 Ukraine's Neon Gas: The Critical Ingredient in Chips Supply.)


  • Dampak pada Rantai Pasokan Global: Kekurangan pasokan semikonduktor menyebabkan gangguan serius dalam industri global, termasuk di sektor keamanan siber. Banyak perusahaan mengalami keterlambatan dalam pengadaan perangkat keras keamanan yang berbasis chip canggih.  Indonesia turut merasakan dampak kekurangan pasokan semikonduktor yang mempengaruhi industri keamanan siber, terutama pada sektor perbankan dan telekomunikasi, yang memerlukan perangkat IoT dan solusi berbasis cloud untuk memperkuat sistem mereka. Kekurangan chip global memperlambat implementasi perangkat keras keamanan di Indonesia, terutama untuk sektor perbankan dan telekomunikasi.

4. Kolaborasi internasional sebagai Respons Global terhadap Ancaman Siber

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan NATO memperkuat kerja sama untuk memitigasi ancaman siber dari Rusia. Program pelatihan dan simulasi perang siber telah meningkat untuk memastikan kesiapan menghadapi serangan. Indonesia menjalin kemitraan internasional, seperti dengan Singapura melalui ASEAN Cybersecurity Cooperation, untuk meningkatkan kapasitas deteksi dan respon terhadap serangan siber.

5. Implikasi dan Peluang bagi Indonesia

  • Keterbatasan UMKM dalam Keamanan Siber: Berdasarkan survei dari BSSN pada 2022, sekitar 70%UMKM di Indonesia belum memiliki kebijakan keamanan siber yang memadai, sehingga rentan terhadap serangan seperti phishing dan ransomware.


  • Regulasi Keamanan Siber: Indonesia telah memperkenalkan regulasi lebih ketat di sektor keamanan siber, termasuk PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang memberikan dasar hukum bagi penguatan perlindungan data dan transaksi digital.

Kesimpulan

Perang Rusia dan Ukraina mempertegas pentingnya keamanan siber dalam menjaga stabilitas nasional dan global. Indonesia harus mempercepat investasi dalam infrastruktur keamanan siber dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ancaman digital. Kolaborasi internasional, pengembangan lokal, dan penguatan regulasi adalah langkah penting untuk memastikan negara ini siap menghadapi tantangan di era digital.

Perang Rusia dan Ukraina telah memicu gangguan besar pada pasar global, termasuk pasar keamanan siber. Konflik ini tidak hanya membawa dampak ekonomi tetapi juga menandai eskalasi dalam ancaman siber global. Rusia, yang dikenal memiliki kapabilitas serangan siber yang signifikan, menggunakan taktik ini untuk mengganggu infrastruktur kritis lawan. Hal ini menyebabkan negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, memperkuat kesiapan keamanan digitalnya.

  • Serangan terhadap Infrastruktur Ukraina: Pada awal invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Ukraina menjadi target utama serangan siber. Kelompok hacker yang diduga terkait dengan Rusia, seperti Sandworm, meluncurkan serangan terhadap infrastruktur kritis Ukraina, termasuk sistem energi dan komunikasi. Pada bulan Maret 2022, laporan dari Google Threat Analysis Group mengungkapkan bahwa kelompok-kelompok ini menggunakan malware seperti Wiper malware untuk merusak data dan sistem.


  • Serangan terhadap Infrastruktur Global: Laporan dari FireEye Threat Intelligence menunjukkan bahwa serangan siber yang ditargetkan oleh Rusia terhadap Ukraina juga memiliki dampak domino pada negara-negara anggota NATO dan sekutu Ukraina, yang mengalami upaya serangan yang meningkat terhadap sektor energi dan pertahanan.

1. Eskalasi serangan siber sebagai Dimensi Konflik

Perang ini memperlihatkan bagaimana konflik tradisional kini dilengkapi dengan operasi siber untuk menyerang infrastruktur penting seperti jaringan listrik, telekomunikasi, dan sistem perbankan. Ukraina menjadi target utama serangan siber oleh kelompok seperti Sandworm (diduga terkait dengan Rusia), yang menggunakan malware untuk merusak jaringan energi dan komunikasi. Keamanan siber menjadi perhatian utama bagi negara-negara yang beraliansi dengan Ukraina untuk menghindari serangan terhadap sistem digital mereka. Dalam Konteks Indonesia sebagai negara berkembang dengan adopsi teknologi tinggi memiliki kerentanan terhadap serangan siber. Pada 2022, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lonjakan insiden siber hingga lebih dari 800 juta upaya, banyak di antaranya merupakan serangan dari aktor luar negeri yang mencoba mengeksploitasi infrastruktur lemah.

2. Dampak pada Infrastruktur Global

  • Pertumbuhan Pasar Keamanan Siber Global: Menurut IDC (International Data Corporation), pasar keamanan siber global diperkirakan akan tumbuh lebih dari 10% pada tahun 2023, mencapai nilai sekitar USD 184 miliar pada tahun 2024, sebagian besar didorong oleh ancaman yang meningkat akibat konflik Rusia-Ukraina.


  • Teknologi Keamanan Canggih: Peningkatan investasi dalam teknologi seperti AI-based threat detection dan advanced encryption semakin banyak digunakan oleh organisasi untuk memitigasi ancaman yang berkembang. Gartner juga memprediksi bahwa penggunaan platform Security Operations Center (SOC) yang berbasis AI akan meningkat pesat dalam 2-3 tahun ke depan. 

3. Kekurangan komponen akibat Gangguan Rantai Pasok Teknologi

  • Kekurangan Semikonduktor: Rusia dan Ukraina adalah pemasok utama bahan baku penting untuk produksi semikonduktor, seperti neon gas dan palladium. Pada 2022, sekitar 70% dari pasokan neon gas global berasal dari Ukraina, sementara Rusia menyuplai 35% dari pasokan palladium global yang digunakan dalam produksi chip semikonduktor. (reuteur,2022 Ukraine's Neon Gas: The Critical Ingredient in Chips Supply.)


  • Dampak pada Rantai Pasokan Global: Kekurangan pasokan semikonduktor menyebabkan gangguan serius dalam industri global, termasuk di sektor keamanan siber. Banyak perusahaan mengalami keterlambatan dalam pengadaan perangkat keras keamanan yang berbasis chip canggih.  Indonesia turut merasakan dampak kekurangan pasokan semikonduktor yang mempengaruhi industri keamanan siber, terutama pada sektor perbankan dan telekomunikasi, yang memerlukan perangkat IoT dan solusi berbasis cloud untuk memperkuat sistem mereka. Kekurangan chip global memperlambat implementasi perangkat keras keamanan di Indonesia, terutama untuk sektor perbankan dan telekomunikasi.

4. Kolaborasi internasional sebagai Respons Global terhadap Ancaman Siber

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan NATO memperkuat kerja sama untuk memitigasi ancaman siber dari Rusia. Program pelatihan dan simulasi perang siber telah meningkat untuk memastikan kesiapan menghadapi serangan. Indonesia menjalin kemitraan internasional, seperti dengan Singapura melalui ASEAN Cybersecurity Cooperation, untuk meningkatkan kapasitas deteksi dan respon terhadap serangan siber.

5. Implikasi dan Peluang bagi Indonesia

  • Keterbatasan UMKM dalam Keamanan Siber: Berdasarkan survei dari BSSN pada 2022, sekitar 70%UMKM di Indonesia belum memiliki kebijakan keamanan siber yang memadai, sehingga rentan terhadap serangan seperti phishing dan ransomware.


  • Regulasi Keamanan Siber: Indonesia telah memperkenalkan regulasi lebih ketat di sektor keamanan siber, termasuk PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang memberikan dasar hukum bagi penguatan perlindungan data dan transaksi digital.

Kesimpulan

Perang Rusia dan Ukraina mempertegas pentingnya keamanan siber dalam menjaga stabilitas nasional dan global. Indonesia harus mempercepat investasi dalam infrastruktur keamanan siber dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ancaman digital. Kolaborasi internasional, pengembangan lokal, dan penguatan regulasi adalah langkah penting untuk memastikan negara ini siap menghadapi tantangan di era digital.

Subscribe to our newsletter

Unlock your financial potential with Financia. We provide personalized tools and insights to elevate your financial journey.

Subscribe to our newsletter

Unlock your financial potential with Financia. We provide personalized tools and insights to elevate your financial journey.

Subscribe to our newsletter

Unlock your financial potential with Financia. We provide personalized tools and insights to elevate your financial journey.